myblog
Selasa, 02 Oktober 2012
Pajak Daerah
Pajak Daerah
Pajak
daerah berdasarkan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak
dan Retribusi Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa
pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a.
Iuran dari rakyat kepada
negara, bahwa yang berhak memungut pajak hanyalah negara dan iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
b.
Berdasarkan undang-undang,
pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
c.
Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat
ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
d.
Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, lalu pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Dari segi kewenangan pemungutan pajak atas objek pajak
daerah, pajak daerah dibagi menjadi 2 (dua) yakni:
a.
Pajak Daerah yang dipungut oleh provinsi; dan
b.
Pajak Daerah yang dipungut oleh kabupaten/kota.
Perbedaan kewenangan pemungutan antara pajak yang dipungut
oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, yakni sebagai berikut:
a.
Pajak provinsi kewenangan pemungutan terdapat
pada pemerintah daerah provinsi, sedangkan untuk pajak kabupaten/kota
kewenganan pemungutan terdapat pada pemerintah daerah kabupaten/kota.
b.
Objek pajak kabupaten/kota lebih luas
dibandingkan dengan objek pajak provinsi. Sedangkan pajak provinsi terbatas
pada jenis pajak tertentu.
Perpajakan Daerah oleh K. J. Davey dapat diartikan sebagai
berikut:
a.
Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah
dengan pengaturan dari daerah sendiri;
b.
Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan
nasional tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah;
c.
Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh
Pemerintah Daerah (K. J. Davey, 1988: 39)
Berdasarkan
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, jenis pajak provinsi terdiri
atas:
a.
Pajak Kendaraan Bermotor;
b.
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d.
Pajak Air Permukaan; dan
e.
Pajak Rokok.
Sedangkan dalam Pasal 2 ayat (2), jenis pajak kabupaten/kota
terdiri atas:
a.
Pajak Hotel;
b.
Pajak Restoran;
c.
Pajak Hiburan;
d.
Pajak Reklame;
e.
Pajak Penerangan Jalan;
f.
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g.
Pajak Parkir;
h.
Pajak Air Tanah;
i.
Pajak Sarang Burung Walet;
j.
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
dan
k.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Pada Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009
menyatakan bahwa daerah dilarang memungut pajak selain dari jenis-jenis pajak
sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009. Daerah pun
dapat tidak memungut pajak daerah apabila potensinya kurang memadai dan/atau
disesuaikan dengan kebijakan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
Penegakan Hukum di Bidang Lalu Lintas Angkutan Jalan
Penegakan Hukum di Bidang Lalu Lintas Angkutan Jalan
Penegakan hukum di bidang lalu lintas angkutan jalan (LLAJ)
adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma
hukum di bidang LLAJ secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. Norma-norma hukum dalam
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam upaya mendorong masyarakat mengikuti
ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang LLAJ tersebut,
ketentuan-ketentuan sanksi pidana kepada masyarakat/pengguna jalan yang melanggar
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pelanggaran di bidang lalu lintas dan angkutan jalan
yang harus dilakukan penegakan hukumnya adalah:
a. Pelanggaran
pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan;
b. Pelanggaran
muatan;
c. Pelanggaran
perizinan;
d. Pelanggaran
marka dan rambu lalu lintas.
Penegakan hukum merupakan upaya menegakan norma hukum
terhadap pelanggaran yang dilakukan. Penegakan hukum dijalankan untuk menjaga,
mengawal dan menghantar hukum agar tetap tegak, searah dengan tujuan hukum dan
tidak dilanggar oleh siapapun. Kegiatan penegakan hukum merupakan kegiatan
penerapan hukum terhadap pelanggaran norma hukum. Penegakan hukum lalu lintas
merupakan bagian dari fungsi lalu lintas yang mempunyai peranan
agar Undang-Undang Lalu Lintas ditaati oleh setiap pemakai jalan. Berdasarkan
funsinya kegiatan penegakan hukum lalu lintas dapat dikelompokkan ke dalam 2
(dua) bagian yaitu:
1. Preventif
Meliputi kegiatan-kegiatan pengaturan lalu lintas,
penjagaan lalu lintas, pengawalan lalu lintas, patroli lalu lintas, dimana
dalam pelaksanaannya kegiatan-kegiatan tersebut merupakan suatu sistem keamanan
lalu lintas saling terkait dan tidak dapat dipisahkan.
Adapun dasar hukum dari penegakan lalu lintas di bidang
preventif antara lain, yaitu:
a. Undang-Undang
No. 8 Tahun 1980 tentang KUHAP;
b. Undang-Undang
No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan
Pelaksanaannya;
c. Undang-Undang
No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
d. Keputusan
Menteri Perhubungan;
e. Peraturan-peraturan
daerah.
2. Represif
Meliputi penindakan pelanggaran dan penyidikan lalu
lintas, dimana penindakan pelanggaran lalu lintas meliputi penindakan secara
edukatif yaitu melakukan penindakan terhadap pelanggaran lalu-lintas secara
simpatik dengan memberikan teguran atau peringatan terhadap pelanggar lalu
lintas. Sedangkan penindakan secara yuridis dapat diartikan sebagai penindakan
pelanggaran lalu lintas secara hukum yang meliputi penindakan dengan
menggunakan tindakan langsung (tilang), serta penindakan terhadap pelaku
kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban jiwa dengan menggunakan
ketentuan penyidikan sebagaimana terdapat dalam KUHAP.
Penegakan hukum di bidang lalu lintas angkutan jalan (LLAJ)
meliputi penindakan pelanggaran dan penanganan kecelakaan lalu lintas. Dalam
hal penindakan pelanggaran, sebelumnya dilakukan pemeriksaan kendaraan bermotor
di jalan. Tindakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan dan penindakan
pelanggaran merupakan rangkaian kegiatan penegakan hukum di bidang LLAJ. Hasil
dari pelaksanaan tindakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan dan ditemukan
adanya pelanggaran, maka akan dilakukan tindakan penindakan pelanggaran dengan
pemeriksaan acara cepat dan dikenakan tindak pidana denda.
Tindakan langsung terhadap pelanggaran lalu lintas, lazim disebut
tilang, adalah salah satu bentuk penindakan pelanggaran lalu lintas yang
dilakukan Polri. Penyelesaian atas pelanggaran itu berada dalam sistem
peradilan pidana (criminal justice system) yang melibatkan kejaksaan dan
pengadilan. Berdasarkan Pasal 211 KUHAP dan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 pelanggaran yang dapat
dikenakan tilang, yaitu sebagai berikut:
1.
Setiap orang mengakibatkan gangguan pada: fungsi rambu
lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan
kaki, dan alat pengaman pengguna jalan (Pasal 275 ayat (2) jo Pasal 28 ayat
(2));
2.
Setiap pengguna jalan tidak mematuhi perintah yang
diberikan oleh petugas Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (3),
yaitu dalam keadaan tertentu untuk ketertiban dan kelancaran lalu lintas wajib
untuk berhenti, jalan terus, mempercepat, memperlambat, dan/atau mengalihkan
kendaraan (Pasal 282 jo Pasal 104 ayat (3));
3.
Setiap pengemudi (pengemudi semua jenis kendaraan bermotor)
tidak dapat menunjukan SIM yang sah (Pasal 288 ayat (2) jo Pasal 106 ayat (5)
huruf b mengemudikan kendaraan bermotor di jalan, tidak memiliki SIM (Pasal 281
jo Pasal 77 ayat(1));
4.
Kendaraan bermotor tidak dilengkapi dengan STNK atau
STCK yang ditetapkan oleh Polri (Pasal 288 ayat (1) jo Pasal 77 ayat (1)), kendaraan
bermotor tidak dipasangi TNKB yang ditetapkan oleh Polri (Pasal 280 jo Pasal 68
ayat (1)), kendaraan bermotor di jalan dipasangi perlengkapan yang dapat
mengganggu keselamatan berlalu lintas antara lain: bumper tanduk dan
lampu menyilaukan (Pasal 279 jo Pasal 58);
5.
Tidak mengenakan sabuk keselamatan (Pasal 289 jo Pasal
106 ayat (6));
6.
Tanpa menyalakan lampu utama pada malam hari dan
kondisi tertentu (Pasal 193 ayat (1) jo Pasal 107 ayat (1));
7.
Melanggar aturan tata cara penggandengan dan penempelan
dengan kendaraan lain (Pasal 287 ayat (6) jo Pasal 106 ayat (4) huruf h);
8.
Mengemudi kendaraan yang tidak dilengkapi dengan
rumah-rumah, tidak mengenakan sabuk keselamatan dan tidak menggunakan helm
(Pasal 290 jo Pasal 106 ayat (7));
9.
Melanggar aturan gerakan lalu lintas atau tata cara
berhenti dan parkir (Pasal 287 ayat (3) jo Pasal 106 ayat (4) huruf e);
10. Melanggar aturan batas
kecepatan paling tinggi atau paling rendah (Pasal 287 ayat (5) jo Pasal 106
ayat (4) huruf g atau Pasal 115 huruf a);
11. Tidak memberikan isyarat
dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan saat akan membelok atau berbalik
arah (Pasal 194 jo Pasal 112 ayat (1));
12. Tidak memberikan isyarat
saat akan berpindah lajur atau bergerak ke samping (Pasal 295 jo Pasal 112 ayat
(2));
13. Melanggar aturan
perintah atau larangan yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas atau marka (Pasal
287 ayat (1) joPasal 106 ayat (4) huruf a dan Pasal 106 ayat (4) huruf b);
14. Melanggar aturan
perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Alat pemberi isyarat lalu lintas
(Pasal 287 ayat (2) jo Pasal 106 ayat (4) huruf c);
15. Melakukan kegiatan lain
saat mengemudi, dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan
konsentrasi dalam mengemudi di Jalan (Pasal 283 jo Pasal 106 ayat (1));
16. Mengemudikan kendaraan
bermotor pada perlintasan antara kereta api dan Jalan, tidak berhenti ketika
sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup dan/atau ada
isyarat lain (Pasal 296 jo Pasal 114 huruf a);
17. Tidak memasang segitiga
pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada saat berhenti
atau parkir dalam keadaan darurat di Jalan (Pasal 298 jo Pasal 121 ayat (1));
18. Tidak memberi prioritas
jalan bagi kendaraan bermotor yang memiliki hak utama yang menggunakan alat
peringatan bunyi dan sinar dan/atau yang dikawal oleh Petugas Polri (Pasal 287
ayat (4) jo Pasal 59 dan Pasal 106 ayat (4) huruf f jo Pasal 134 dan Pasal 135);
19. Tidak mengutamakan
keselamatan pejalan kaki atau pesepeda (Pasal 284 jo Pasal 106 ayat (2));
20. Kendaraan bermotor tidak
dilengkapi dengan: ban cadangan, segitiga pengaman, dongkrak, pembuka roda, dan
peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan (Pasal 278 jo Pasal 57 ayat (3)).
21. Pengemudi atau penumpang
yang duduk di samping pengemudi tidak mengenakan sabuk keselamatan (Pasal 289
jo Pasal 106 ayat (6));
22. Pengemudi dan penumpang tidak
mengenakan sabuk keselamatan dan helm (Pasal 290 jo Pasal 106 ayat (7));
23. Kendaraan bermotor tidak
memenuhi persyaratan teknis meliputi: kaca spion, klakson, lampu utama, lampu
mundur, lampu tanda batas dimensi badan kendaraan, lampu gandengan, lampu rem,
lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, kedalaman
alur ban, kaca depan, spakbor, bumper, penggandengan, penempelan, atau
penghapus kaca (Pasal 285 ayat (2) jo Pasal 106 ayat (3) jo Pasal 48 ayat (2));
24. Kendaraan bermotor tidak
memenuhi persyaratan laik jalan (Pasal 286 jo Pasal 106 ayat (3) jo Pasal 48
ayat (3));
25. Penumpang kendaraan
bermotor yang duduk di samping pengemudi tidak mengenakan sabuk keselamatan
(pasal 289 jo pasal 106 ayat (6));
26. Kendaraan bermotor tidak
dilengkapi dengan Surat Keterangan Uji Berkala (Pasal 288 ayat (3) jo Pasal 106
ayat (5) huruf c;
27. Kendaraan bermotor umum
dalam trayek tidak singgah diterminal (Pasal 276 jo Pasal 36);
28. Tidak memiliki izin
menyelenggarakan angkutan orang dalam trayek (Pasal 308 huruf a jo Pasal 173
ayat (1) huruf a;
29. Tidak memiliki izin
menyelenggarakan angkutan orang tidak dalam trayek (Pasal 308 huruf a jo Pasal
173 ayat (1) huruf a.
30. Menyimpang dari izin
yang ditentukan (Pasal 308 huruf c jo Pasal 173);
31. Tidak menggunakan lajur
yang telah ditentukan atau tidak menggunakan lajur paling kiri, kecuali saat
akan mendahului atau mengubah arah (Pasal 300 huruf a jo Pasal 134 ayat (1)
huruf c;
32. Tidak memberhentikan
kendaraannya selama menaikkan dan/atau menurunkan penumpang (Pasal 300 huruf b
jo Pasal 124 ayat (1) huruf d
33. Tidak menutup pintu
kendaraan selama kendaraan berjalan (Pasal 300 huruf c jo Pasal 124 ayat (1)
huruf e;
34. Tidak berhenti selain di
tempat yang telah ditentukan, mengetem, menurunkan penumpang selain di tempat
pemberhentian, atau melewati jaringan jalan selain yang ditentukan dalam izin
trayek (Pasal 302 jo Pasal 126);
35. Kendaraan angkutan orang
dengan tujuan tertentu, tapi menaikkan atau menurunkan penumpang lain di
sepanjang perjalanan atau menggunakan kendaraan angkutan tidak sesuai dengan
angkutan untuk keperluan lain (Pasal 304 jo Pasal 153 ayat (1);
36. Kendaraan bermotor bus tidak
dilengkapi dengan surat keterangan uji berkala dan tanda lulus uji berkala
(Pasal 288 ayat (3) jo Pasal 106 ayat (5) huruf c);
37. Kendaraan bermotor
dan/atau kereta gandengannya atau kereta tempelannya tidak dilengkapi dengan
surat keterangan uji berkala dan tanda lulus uji berkala (Pasal 288 ayat (3) jo
Pasal 106 ayat (5) huruf c);
38. Tidak menggunakan
jaringan jalan sesuai dengan kelas jalan yang ditentukan (Pasal 301 jo Pasal
125);
39. Mobil barang untuk mengangkut
orang tanpa alasan (Pasal 303 jo Pasal 137 ayat (4) huruf a, b, dan c);
40. Membawa muatan, tidak
dilengkapi surat muatan dokumen perjalanan (Pasal 306 jo Pasal 168 ayat (1);
41. Tidak mematuhi ketentuan
mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan (Pasal 307 jo Pasal
169 ayat (1));
42. Kendaraan bermotor
dan/atau kereta gandengannya atau kereta tempelannya tidak dilengkapi dengan
surat keterangan uji berkala dan tanda lulus uji berkala (Pasal 288 ayat (3) jo
Pasal 106 ayat (5) huruf c);
43. Tidak memenuhi ketentuan
persyaratan keselamatan, pemberian tanda barang, Parkir, bongkar dan muat,
waktu operasi dan rekomendasi dari instansi terkait (Pasal 305 jo Pasal 162
ayat (1) huruf a, b, c, d, dan e atau f);
44. Pengendara sepeda motor tanpa
menyalakan lampu utama pada siang hari (Pasal 293 ayat (2) jo Pasal 107 ayat
(2)), tidak mengenakan helm SNI (Pasal 291 ayat (2) jo Pasal 106 ayat (8)),
membiarkan penumpangnya tidak mengenakan helm (Pasal 291 ayat (2) jo Pasal 106
ayat (8);
45. Tanpa kereta samping
mengangkut penumpang lebih dari 1 (satu) orang (Pasal 292 jo Pasal 106 ayat
(9));
46. Tidak memenuhi
persyaratan teknis dan laik jalan (Pasal 285 ayat (1) jo Pasal 106 ayat (3),
dan Pasal 48 ayat (2), dan ayat (3)).
Langganan:
Postingan (Atom)